SMILE...^_^

Kamis, 04 Agustus 2011

Memaafkan itu Membahagiakan

BY JAMILAZZAINI 
“Memoles” atau  mengkader orang adalah salah satu aktivitas yang saya sukai. Saya pernah membawa seorang teman dari daerah untuk saya poles di Jakarta. Dia punya potensi tapi hidupnya kurang beruntung di daerah asalnya.
Setelah melalui berbagai proses akhirnya ia tumbuh menjadi seseorang. Kehidupannya terus membaik dan sayapun ikut senang melihatnya. Namun pada suatu kesempatan ia “menjatuhkan” atau menghina saya di hadapan banyak orang. Saya merasa sakit hati. Saya terluka. Saya membatin, “Orang ini tidak tahu balas budi.”
Sejak saat itu, saya tidak pernah mau menerima teleponnya. Setiap SMS dari orang ini  langsung saya hapus tanpa saya baca sedikitpun. Ketika ia ingin ke rumah saya, sayapun tidak mengizinkannya. Saya selalu menghindar berjumpa dengannya… Satu orang ini telah “menyiksa” hidup saya.
Ketika istri saya di rawat di ruang ICU Rumah Sakit Harapan Kita Jakarta ia datang bersama keluarganya. Saya tak kuasa menolaknya, walau dalam hati timbul perasaan tak suka. Dalam hati saya berdoa, “Semoga mereka cepat pulang.” Tapi Sang Maha Kuasa berkendak lain, ia dan keluarganya justru menemani saya cukup lama, dari pukul 10.00 sampai 14.00.
Usai makan siang anak pertamanya menghampiri saya, “Pakde, boleh foto bareng sama pakde?” Saya bertanya, “Buat apa foto bareng sama pakde?” Dia menjawab, “Ada tugas dari sekolah, saya harus foto dengan teman terbaik ayah saya.”
“Lho kenapa pilih pakde?” tanya saya lagi. Anak lelaki itu terdiam sejenak. Kemudian ia menjelaskan, “Sebab kata ayah, teman terbaik ayah adalah pakde. Makanya, setiap habis sholat di rumah kami selalu bersama-sama mendoakan pakde. Tadi waktu sholat di mushola rumah sakit ini kami semua juga berdoa untuk pakde dan bude yang sedang sakit.”
Penjelasan  anak itu menyadarkan saya, betapa selama ini hati saya terlalu kotor. Hati saya sempit. Saya menjadi orang yang pendendam dan tak mau memaafkan kesalahan orang lain.
Setelah itu, kuhampiri sahabatku. Saya jabat tangannya dan kupeluk erat, “Maafkan saya, terlalu lama buruk sangka kepadamu.” Sambil terisak dia berkata, “Aku yang minta maaf, mas. Aku telah mengecewakan mas. Aku tak tahu terima kasih. Maafkan aku ya, mas…”
Usai itu, suasana yang tadinya hambar menjadi lebih hangat dan akrab. Sayapun berfoto dengan berbagai gaya dan pose yang membuat anak sahabatku tertawa tiada henti. Suasana itu benar-benar menghiburku, meredakan ketegangan menungu istri di ruang ICU. Saya pun semakin yakin bahwa saling memaafkan itu benar-benar membahagiakan hati…
Salam SuksesMulia!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar