SMILE...^_^

Kamis, 30 Juni 2011

==kisah Perjalanan Hidup Cat Stevens menjadi Yusuf Islam==








Terlahir dengan pemberian nama oleh ayahnya Steven Demetre Georgiou. Ayahnya merupakan warga Siprus keturunan Yunani bernama Stavros Georgiou dan ibunya berasal dari Swedia bernama Ingrid Wickman.

Berikut ini adalah ringkasan kisahnya:
Aku  dilahirkan di london (21 Juli 1948), jantung dunia Barat. Aku dilahirkan di era televisi dan angkasa luar. Aku dilahirkan di era teknologi mencapai puncaknya di negara yang terkenal dengan peradabannya, negara Inggris. Aku tumbuh dalam masyarakat tersebut dan aku belajar di sekolah Katholik yang mengajarkanku tentang agama Nashrani sebagai jalan hidup dan kepercayaan. Dari sini pula aku mengetahui apa yang harus kuketahui tentang Allah, al-Masih ‘Alaihis-salaam dan taqdir, yang baik maupun yang buruk.”

“Mereka banyak memberitahuku tentang Allah, sedikit tentang al-Masih dan lebih sedikit lagi tentang Ruhul Qudus (Jibril).”

“Kehidupan di sekelilingku adalah kehidupan materi. Paham materialis gencar diserukan dari berbagai media informasi. Mereka mengajarkan, kekayaan adalah kekayaan harta benda yang sesungguhnya, dan kefakiran adalah ketiadaan harta benda secara hakiki. Amerika adalah contoh negara kaya dan negara-negara dunia ketiga adalah contoh kemiskinan, kelaparan, kebodohan, dan kepapaan.
Karena itu, aku harus memilih dan meniti jalan kekayaan, supaya aku bisa hidup bahagia; supaya aku dapat kenikmatan hidup. Karena itu, aku membangun falsafah hidup bahwa dunia tidaklah ada kaitannya dengan agama. Falsafah inilah yang aku jalani, agar aku mendapatkan kebahagiaan jiwa.”

“Lalu, aku mulai melihat kepada sarana untuk meraih kesuksesan. Dan, cara yang paling mudah menurutku adalah dengan membeli gitar, mengarang lagu, dan menyanyikannya sendiri. Aku lalu tampil di hadapan mereka. Inilah yang benar-benar aku lakukan dengan membawa nama “Cat Stevens”. Dan tidak berapa lama, yakni ketika aku berusia 18 tahun, aku telah menyelesaikan rekaman dalam delapan kaset. Setelah itu banyak sekali tawaran. Dan aku pun bisa mengumpulkan uang yang banyak. Di samping itu, pamorku pun mencapai puncak.”

“Ketika aku berada di puncak ketenaran, aku melihat ke bawah. Aku takut jatuh! Aku dihantui kegelisahan. Akhirnya, aku mulai minum minuman keras satu botol setiap hari, supaya memotivasi keberanianku untuk menyanyi. Aku merasa orang-orang di sekelilingku berpura-pura puas. Padahal, dari wajah mereka, tak seorang pun tampak puas, kepuasan yang sesungguhnya. Semuanya harus munafik, bahkan dalam jual beli dan mencari sesuap nasi, bahkan dalam hidup! Aku merasa, ini adalah sesat. Dari sini, aku mulai membenci kehidupanku sendiri. Aku menghindar dari orang banyak. Aku lalu jatuh sakit. Aku kemudian diopname di rumah sakit karena sakit paru-paru. Ketika di rumah sakit kondisiku lebih baik karena mengajakku berpikir.”

Pada saat itulah aku mempunyai kesempatan untuk merenung hingga aku temui bahwa diriku hanya sepotong jasad dan apa yang selama ini aku lakukan hanya untuk memenuhi kebutuhan jasad. Aku menilai bahwa sakit yang aku derita merupakan cobaan ilahi dan kesempatan untuk membuka mataku. Mengapa aku berada disini? Apa yang aku lakukan dalam kehidupan ini?
Sejak saat itulah pengembaraan dan pencarian akan kebenaran ia jalani. Keyakinan yang selama ini ia pegang ia anggap belum mampu membasuh dahaga spiritualnya.
Setelah sembuh, aku mulai banyak memperhatikan dan membaca seputar permasalahan ini, lantas aku membuat beberapa kesimpulan yang intinya bahwa manusia terdiri dari ruh dan jasad. Alam ini pasti mempunyai Ilah. Selanjutnya aku kembali ke gelanggang musik namun dengan gaya musik yang berbeda. Aku menciptakan lagu-lagu yang berisikan cara mengenal Allah. Ide ini malah membuat diriku semakin terkenal dan keuntungan pun semakin banyak dapat aku raih. Aku terus mencari kebenaran dengan ikhlas dan tetap berada di dalam lingkungan para artis.
“Aku memiliki iman kepada Allah. Tetapi, gereja belum mengenalkanku siapakah Tuhan itu dan aku tak mampu sampai pada hakikat Tuhan sebagaimana yang dibicarakan gereja! Pikiranku buntu. Maka, aku memulai berpikir tentang jalan hidup yang baru.
Beberapa ajaran Timur ia pelajari dan coba mendalaminya. Demi dahaganya ini juga yang membawanya pada ajaran klenik Timur.
“Aku tidak puas berpangku tangan, duduk dengan pikiran kosong. Aku mulai berpikir dan mencari kebahagiaan yang tidak kudapatkan dalam kekayaan, ketenaran, puncak karir maupun di gereja. Maka aku mulai mengetuk pintu Budha dan falsafah China. Aku pun mempelajarinya. Aku mengira, kebahagiaan adalah dengan mencari berita apa yang akan terjadi di hari esok, sehingga kita bisa menghindari keburukannya. Aku berubah menjadi penganut paham Qadariyyah. Aku percaya dengan bintang-bintang, mencari berita apa yang akan terjadi. Tetapi, semua itu ternyata keliru.
Aku lalu pindah kepada ajaran komunis. Aku mengira bahwa kebajikan adalah dengan membagi kekayaan alam ini kepada setiap manusia. Tetapi, aku merasa bahwa ajaran komunis tidak sesuai dengan fitrah manusia. Sebab, keadilan adalah engkau mendapat sesuai apa yang telah engkau usahakan, dan ia tidak lari ke kantong orang lain.”

“Lalu, aku berpaling pada obat-obat penenang. Agar aku memutuskan mata rantai berbagai pikiran dan kebimbangan yang menyesakkan. Setelah itu, aku mengetahui bahwa tidak ada akidah yang bisa memberikan jawaban kepadaku. Yang bisa menjelaskan kepadaku hakikat yang sedang aku cari. Aku putus asa.

Aku memiliki buku-buku tentang akidah dan masalah ketimuran. Aku mencari tentang Islam dan hakikatnya. Dan seperti ada perasaan, aku harus menuju pada titik tujuan tertentu, tetapi aku tidak tahu keberadaan dan pengertiannya.”
Dan ketika itu aku belum mengetahui tentang Islam sama sekali. Maka aku tetap pada keyakinanku semula, pada pemahamanku yang pertama, yang aku pelajari dari gereja. Aku menyimpulkan bahwa kepercayaan-kepercayaan yang aku pelajari itu adalah keliru. Dan bahwa gereja sedikit lebih baik daripadanya. Aku kembali lagi kepada gereja. Aku kembali mengarang musik seperti semula. Dan aku merasa Kristen adalah agamaku. Aku berusaha ikhlas demi agamaku. Aku berusaha mengarang lagu-lagu dengan baik. Aku berangkat dari pemikiran Barat yang bergantung pada ajaran-ajaran gereja. Yakni, ajaran yang memberikan inspirasi kepada manusia bahwa dia akan sempurna seperti Tuhan jika ia melakukan pekerjaannya dengan baik serta ia mencintai dan ikhlas terhadap pekerjaannya.”

Pada suatu hari temanku yang beragama Nasrani pergi melawat ke masjidil Aqsha.
Ketika kembali, ia menceritakan kepadaku ada suatu keanehan yang ia rasakan di saat melawat masjid tersebut. Ia dapat merasakan adanya kehidupan ruhani dan ketenangan jiwa di dalamnya.
Hal ini berbeda dengan gereja, walau dipadati orang banyak namun ia merasakan kehampaan di dalamnya. Ini semua mendorongnya untuk membeli al-Qur'an terjemahan dan ingin mengetahui bagaimana tanggapanku terhadap al-Qur'an. 

“Pada tahun 1975 terjadi suatu yang luar biasa, yakni ketika saudara kandungku tertua (david) memberiku sebuah hadiah berupa satu mushaf Alquran dari sebuah pameran di london. Walau Kakak bukan seorang Muslim, tetapi mengenal Islam di Jerusalem ketika pergi ke sana dan tinggal setahun. Mushaf itu masih tetap bersamaku sampai aku mengunjungi al-Quds Palestina. Setelah kunjungan tersebut, aku mulai mempelajari kitab yang dihadiahkan oleh saudaraku itu. Suatu kitab yang aku tidak mengetahui apa isi di dalamnya, juga tak mengetahui apa yang dibicarakannya. Lalu aku mencari terjemahan Alquran al-Karim setelah aku mengunjungi al-Quds. Pertama kalinya, melalui Alquran aku berpikir tentang apa itu Islam. Sebab, Islam menurut pandangan orang Barat adalah agama yang fanatik dan sektarian. Dan umat Islam itu sama saja. Mereka adalah orang-orang asing, baik Arab maupun Turki. Kedua orang tua saya berdarah Yunani. Dan orang Yunani sangat benci kepada orang Turki Muslim. Karena itu, seyogyanya aku membenci Alquran yang merupakan agama dan pedoman orang-orang Turki, sebagai dendam warisan. Tetapi, aku memandang, aku harus mempelajarinya (terjemahannya). Tidak mengapa aku mengetahui isinya.”

Ketika aku membaca al-Qur'an aku dapati bahwa al-Qur'an mengandung jawaban atas semua persoalanku, yaitu siapa aku ini? Dari mana aku datang? Apa tujuan dari sebuah kehidupan? Aku baca al-Qur'an berulang-ulang dan aku merasa sangat kagum terhadap tujuan dakwah agama ini yang mengajak untuk menggunakan akal sehat, dorongan untuk berakhlak mulia dan akupun mulai merasakan keagungan Sang Pencipta.
“Sejak pertama, aku merasa bahwa Alquran dimulai dengan Bismillah (dengan nama Allah), bukan dengan nama selain Allah. Dan ungkapan Bismillahirrahmanirrahiim begitu sangat berpengaruh dalam jiwaku. Lalu surat al-Fatihah itu berlanjut dengan Faatihatul Kitab, Alhamdulillahi rabbil ‘alamiin. Segala puji milik Allah Sang Pencipta sekalian alam, dan Tuhan segenap makhluk.
Sampai waktu itu, pemikiran saya tentang Tuhan begitu lemah tak berdaya. Mereka mengatakan kepadaku, ‘Sesungguhnya Allah adalah Maha Esa, tetapi terbagi menjadi tiga dzat! Bagaimana? Saya tidak mengerti’!”

“Dan, mereka mengatakan kepadaku, “Sesungguhnya Tuhan kita bukanlah Tuhannya orang Yahudi.”
Adapun Alquran, maka ia mulai dengan beribadah kepada Allah Yang Maha Esa, Tuhan segenap alam semesta. Alqura menegaskan keesaan Sang Pencipta. Dia tidak memiliki sekutu yang berbagi kekuasaan dengan-Nya. Dan, ini adalah pemahaman baru bagiku. Sebelumnya, sebelum aku mengetahui Alquran, aku hanya mengetahui adanya pemahaman kesesuaian dan kekuatan yang mampu mengalahkan mu’jizat. Adapun sekarang, dengan pemahaman Islam, aku mengetahui bahwa hanya Allah semata yang mampu dan Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

“Hal itu masih dibarengi dengan keimanan terhadap hari akhir dan bahwa kehidupan akhirat itu abadi. Jadi, tidaklah manusia itu dari segumpal daging kemudian berubah setiap hari kemudian menjadi debu, sebagaimana yang dikatakan oleh ahli biologi. Sebaliknya, apa yang kita lakukan dalam kehidupan dunia ini sangat menentukan keadaan yang akan terjadi dalam kehidupan di akhirat nanti. Alquran-lah yang menyeruku kepada Islam. Maka aku pun memenuhi seruannya. Adapun gereja yang menghancurkanku dan membuatku lelah dan letih, maka dialah yang mengantarkanku kepada Alquran. Yakni, ketika aku tidak mampu menjawab berbagai pertanyaan jiwa dan kalbuku.”

“Di dalam Alquran aku melihat sesuatu yang asing. Ia tidak sama dengan kitab-kitab lain. Ia tidak mengandung beberapa bagian atau sifat-sifat yang ada dalam kitab-kitab agama lain yang telah kubaca. Di sampul Alquran juga aku tidak mendapatkan nama pengarangnya. Karena itu, aku yakin betul dengan makna wahyu yang Allah wahyukan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diutus-Nya. Kini aku telah memahami dengan jelas betul tentang perbedaan Alquran dengan Injil yang ditulis oleh tangan-tangan pengarang yang berbeda-beda sehingga melahirkan kisah-kisah yang bertentangan.
Aku berusaha untuk mencari kesalahan di dalam Alquran, tetapi aku tidak menemukannya. Semua isi Alquran adalah sesuai dengan pemikiran keesaan Allah yang murni. Dari sini, aku mulai mengenal tentang apa itu Islam.”

“Alquran bukanlah satu-satunya risalah. Sebaliknya, di dalam Alquran didapatkan nama-nama semua nabi yang dimuliakan oleh Allah. Alquran tidak membeda-bedakan antara satu dengan yang lainnya. Dan teori ini sangat logis. Sebab, jika anda beriman kepada seorang nabi dan tidak kepada yang lainnya, berarti anda telah mengingkari dan menghancurkan kesatuan risalah. Dari sejak itu, aku memahami bagaimana berantainya risalah sejak awal penciptaan manusia. Dan bahwa manusia sepanjang sejarah selalu terdiri dari dua barisan, mu’min dan kafir. Alquran telah menjawab semua hal yang kupertanyakan. Dengan demikian, aku merasa bahagia. Kebahagiaan mendapatkan kebenaran.”

“Aku mulai membaca Alquran semuanya, sepanjang satu tahun penuh. Aku mulai menerapkan pemahaman yang aku baca dari Alquran. Saat itu aku merasa bahwa akulah satu-satunya muslim di muka bumi ini. Lalu aku berpikir bagaimana aku menjadi muslim yang sesungguhnya. Maka aku pergi ke masjid London dan aku mengumumkan keislamanku. Aku mengatakan, ‘Asyhadu anlaa ilaaha illallaah wa asyhadu anna Muhammadan rasuulullaah’.”

“Ketika itu, aku yakin bahwa Islam yang kupeluk adalah risalah yang berat, bukan suatu pekerjaan yang selesai dengan sekedar mengucapkan dua kalimat syahadat. Aku telah dilahirkan kembali. Dan aku telah mengetahui ke mana aku berjalan bersama saudara-saudara muslimku yang lainnya. Sebelumnya, aku sama sekali tidak pernah menemui salah seorang dari mereka. Seandainya pun ada seorang muslim yang menemuiku dan mengajakku kepada Islam, tentu aku menolak ajakkannya, karena keadaan umat Islam yang diremehkan dan diolok-olok oleh media informasi Barat. Bahkan, media umat Islam sendiri sering mengolok-olok hakikat Islam. Mereka justru sering mendukung berbagai kedustaan dan kebohongan yang dilontarkan oleh musuh-musuh Islam, padahal mereka ini tidak mampu memperbaiki bangsa mereka sendiri yang kini telah dihancurkan oleh penyakit-penyakit akhlak, sosial, dan sebagainya.”

“Aku telah mempelajari Islam dari sumbernya yang utama, yaitu Alquran. Selanjutnya, aku mempelajari sejarah hidup (sirah) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bagaimana beliau dengan perilaku dan sunnahnya mengajarkan Islam kepada umat Islam. Aku lalu mengetahui kekayaan yang agung dari kehidupan dan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku sudah lupa musik. Aku bertanya kepada kawan-kawanku, “Apa aku mesti melanjutkan karir musikku?” Mereka menasihatiku agar aku berhenti, sebab musik akan melalaikan dari mengingat Allah. Dan itu bahaya besar. Aku menyaksikan pemuda-pemudi yang meninggalkan keluarga mereka dan hidup di tengah-tengah musik dan lagu. Ini adalah sesuatu yang tidak diridhai oleh Islam, yang menganjurkan dibangunnya generasi-generasi tangguh.”

Semakin kuat perasaan ini muncul dari jiwaku, membuat perasaan bangga terhadap diriku sendiri semakin kecil dan rasa butuh terhadap Ilah Yang Maha Berkuasa atas segalanya semakin besar di dalam relung jiwaku yang terdalam.

Pada hari Jum'at, aku bertekad untuk menyatukan akal dan pikiranku yang baru tersebut dengan segala perbuatanku. Aku harus menentukan tujuan hidup. Lantas aku melangkah menuju masjid dan mengumumkan keislamanku.
Aku mencapai puncak ketenangan di saat aku mengetahui bahwa aku dapat bermunajat langsung dengan Rabbku melalui ibadah shalat. Berbeda dengan agama-agama lain yang harus melalui perantara."
**
Stevens secara formal masuk Islam pada tanggal  23 Desember 1977 dan mengubah namanya menjadi Yusuf Islam pada tahun 1978, dengan alasan ia “selalu mencintai nama Joseph (Yusuf)” dan tertarik khususnya oleh kisah Yusuf dalam Al-Quran.
Setelah masuk Islam, ia sempat meninggalkan dunia musik dengan pemahaman bahwa musik diharamkan dalam Islam. Namun, setelah pemahamannya bertambah, pada 1985 ia kembali ke dunia musik.
Pada 1990-an, ia merekam lirik-lirik mengenai tema-tema Islam hanya diiringi perkusi dasar. Pada akhir 1990-an, ia menjadi penyanyi tamu pada lagu God Is the Light di album Raihan. Pada 2000, ia menelurkan album anak-anak A Is for Allah.
Pada 2003, didukung dunia Muslim, ia merekam lagi Peace Train untuk sebuah kompilasi CD, yang juga menampilkan David Bowie dan Paul McCartney. Tahun itu juga ia untuk pertama kali tampil di publik Inggris setelah 25 tahun.
Akhir tahun berikutnya, ia dan Ronan Keating mengeluarkan versi baru Father and Son. Pendapatan album ini disumbangkan ke badan amal Band Aid.
Sejak masuk Islam, ia banyak mencurahkan hidupnya untuk amal dan pendidikan. Ia mendirikan banyak sekolah. Ia mendirikan lembaga amal Small Kindness. Pada 1985 hingga 1993, ia menjadi ketua Muslim Aid.
**


Beberapa lagu terdahulu sebelum ia memutuskan memilih Islam yang sempat menjadi hitsnya “Morning Has Broken” sempat menduduki anak tangga Top 10 tingkat internasional dimasa kejayaannya. Selain itu terdapat pula lagu father and son yang saat ini di recycle ulang oleh beberapa musisi. Lagu father and son bahkan sempat diisukan beragam media dijiplak oleh grup sheila on 7 yang tatkala itu menjadi jawara papan atas tangga lagu di Indonesia dengan tembangnya yang mirip dengan lagu tersebut, "Anugerah terindah yang pernah kumiliki"

Link cuplikan Video Klip Father and Son (Cat Stevens)
http://www.youtube.com/watch?v=Q29YR5-t3gg

A is for Allah (Yusuf Islam)
http://www.youtube.com/watch?v=-L-GOHa5-YQ

Link video..Cat Stevens' transition to Yusuf Islam
http://www.youtube.com/watch?v=pcgCdn8I8kU&feature=related

Sesungguhnya agama (yang diridhoi) disisi Allah Hanyalah Islam (QS. Al Imran :19)




CINTA AYAH




TERNYATA BUKAN HANYA IBU YANG MENCINTAI ANAKNYA AYAH JUGA PUNYA CINTA TULUS UNTUK ANAKNYA

Ayah ingin anak-anaknya punya lebih banyak kesempatan daripada dirinya, menghadapi lebih sedikit kesulitan, lebih tidak tergantung pada siapapun - dan (tapi) selalu membutuhkan kehadirannya.


Ayah membiarkan kamu menang dalam permainan ketika kamu masih kecil, tapi dia tidak ingin kamu membiarkannya menang ketika kamu sudah besar.


Ayah tidak ada di album foto keluarga, karena dia yang selalu memotret.


Ayah selalu tepat janji! Dia akan memegang janjinya untuk membantu seorang teman, meskipun ajakanmu untukpergi sebenarnya lebih menyenangkan.


Ayah selalu sedikit sedih ketika melihat anak-anaknya pergi bermain dengan teman-teman mereka.karena dia sadar itu adalah akhir masa kecil mereka.


Ayah mulai merencanakan hidupmu ketika tahu bahwa ibumu hamil (mengandungmu) , tapi begitu kamu lahir, ia mulai membuat revisi.


Ayah membantu membuat impianmu jadi kenyataan bahkan diapun bisa meyakinkanmu untuk melakukan hal-hal yang mustahil, seperti berenang di air setelah ia melepaskanya.


Ayah mungkin tidak tahu jawaban segala sesuatu, tapi ia membantu kamu mencarinya.


Ayah mungkin tampak galak di matamu, tetapi di mata teman-temanmu dia tampak baik dan menyayangi.


Ayah lambat mendapat teman, tapi dia bersahabat seumur hidup


Ayah benar-benar senang membantu seseorang...tapi ia sukar meminta bantuan.


Ayah di dapur. Membuat memasak seperti penjelajahan ilmiah. Dia punya rumus-rumus dan formula racikannya sendiri, dan hanya dia sendiri yang mengerti bagaimana menyelesaikan persamaan-persamaan rumit itu. Dan hasilnya?... .mmmmhhh..."tidak terlalu mengecewakan"


Ayah mungkin tidak pernah menyentuh sapu ketika masih muda, tapi ia bisa belajar dengan cepat.


Ayah paling tahu bagaimana mendorong ayunan cukup tinggi untuk membuatmu senang tapi tidak takut.


Ayah akan sangat senang membelikanmu makanan selepas ia pulang kerja, walaupun dia tak dapat sedikitpun bagian dari makanan itu


Ayah selalu berdoa agar kita menjadi orang yang sukses di dunia dan akhirat, walaupun kita jarang bahkan jarang sekali mendoakannya


Ayah akan memberimu tempat duduk terbaik dengan mengangkatmu dibahunya, ketika pawai lewat.


Ayah tidak akan memanjakanmu ketika kamu sakit, tapi ia tidak akan tidur semalaman. Siapa tahu kamu membutuhkannya.


Ayah menganggap orang itu harus berdiri sendiri, jadi dia tidak mau memberitahumu apa yang harus kamu lakukan, tapi ia akan menyatakan rasa tidak setujunya.


Ayah percaya orang harus tepat waktu. karena itu dia selalu lebih awal menunggumu.


Ia akan melupakan apa yang ia inginkan, agar bisa memberikan apa yang kamu butuhkan.....


Ia menghentikan apa saja yang sedang dikerjakannya, kalau kamu ingin bicara...


Ia selalu berfikir dan bekerja keras untuk membayar spp mu tiap semester, meskipun kamu tidak pernah membantunya menghitung berapa banyak kerutan di dahinya....


Ayah mengangkat beban berat dari bahumu dengan merengkuhkan tangannya disekeliling beban itu....


Ayah akan berkata ,, tanyakan saja pada ibumu" Ketika ia ingin berkata ,,tidak"


Ayah tidak pernah marah, tetapi mukanya akan sangat merah padam ketika anak gadisnya menginap di rumah teman tanpa izin


Dan diapun hampir tidak pernah marah, kecuali ketika anak lelakinya kepergok menghisap okok dikamar mandi.


Ayah mengatakan ,, tidak apa-apa mengambil sedikit resiko asal kamu sanggup kehilangan apa yang kamu harapkan"


Pujian terbaik bagi seorang ayah adalah ketika dia melihatmu melakukan sesuatu hal yang baik persis seperti caranya....


Ayah lebih bangga pada prestasimu, daripada prestasinya sendiri....


Ayah hanya akan menyalamimu ketika pertama kali kamu pergi merantau meningalkan rumah, karena kalau dia sampai memeluk mungkin ia tidak akan pernah bisa melepaskannya.


Ayah tidak suka meneteskan air mata .... ketika kamu lahir dan dia mendengar kamu menangis untuk pertama kalinya,dia sangat senang sampai-sampai keluar air dari matanya (ssst..tapi sekali lagi ini bukan menangis)


ketika kamu masih kecil, ia bisa memelukmu untuk mengusir rasa takutmu...ketika kau mimpi akan dibunuh monster...


Tapi.....ternyata dia bisa menangis dan tidak bisa tidur sepanjang malam, ketika anak gadis kesayangannya di rantau tak memberi kabar selama hampir satu bulan.


Ayah pernah berkata :" kalau kau ingin mendapatkan pedang yang tajam dan berkwalitas tinggi, janganlah mencarinya dipasar apalagi tukang loak, tapi datang dan pesanlah langsung dari pandai besinya. begitupun dengan cinta dan teman dalam hidupmu, jika kau ingin mendaptkan cinta sejatimu kelak, maka minta dan pesanlah pada Yang Menciptakannya"


Untuk masa depan anak lelakinya Ayah berpesan: ,, jadilah lebih kuat dan tegar daripadaku, pilihlah ibu untuk anak-anakmu kelak wanita yang lebih baik dari ibumu , berikan yang lebih baik untuk menantu dan cucu-cucuku, daripada apa yang yang telah ku beri padamu"


Dan Untuk masa depan anak gadisnya ayah berpesan :" jangan cengeng meski kau seorang wanita, jadilah selalu bidadari kecilku dan bidadari terbaik untuk ayah anak-anakmu kelak! laki-laki yang lebih bisa melindungimu melebihi perlindungan Ayah, tapi jangan pernah kau gantikan posisi Ayah di hatimu"


Ayah bersikeras, bahwa anak-anakmu kelak harus bersikap lebih baik daripada kamu dulu....


Ayah bisa membuatmu percaya diri... karena ia percaya padamu...


Ayah tidak mencoba menjadi yang terbaik, tapi dia hanya mencoba melakukan yang terbaik....


Dan terpenting adalah... Ayah tidak pernah menghalangimu untuk mencintai Tuhan, bahkan dia akan membentangkan seribu jalan agar kau dapat menggapai cintaNya, karena diapun mencintaimu karena cintaNya.

...::Ayah::..


sumber  :  
RENUNGAN N KISAH INSPIRATIF

==Banyak yang Mau Berubah, tapi Memilih Jalan Mundur==



Satu hari saya jalan melintas di satu daerah. Tertidur di dalam mobil. Saat terbangun, ada tanda pom bensin sebentar lagi. Saya berpesan ke supir saya, “Nanti di depan ke kiri ya.”
“Masih banyak, Pak Ustad,” jawab sopir saya.
Saya paham. Si sopir mengira, saya ingin membeli bensin. Padahal bukan.
“Saya mau pipis,” jelas saya pada sopir.
Begitu berhenti dan keluar dari mobil, ada seorang sekuriti.
“Pak Ustadz!” panggilnya seraya melambaikan tangan dari kejauhan dan mendekati saya.
Saya menghentikan langkah. Menunggu si sekuriti.
“Pak Ustadz, alhamdulillah nih bisa ketemu Pak Ustadz. Biasanya kan hanya melihat di TV saja,” ujarnya sembari tersenyum sumringah.
Saya juga tersenyum. Insya Allah, saya tidak merasa gede rasa. “Saya ke toilet dulu ya,” kata saya meminta pengertian sang sekuriti.
“Nanti saya pengen ngobrol. Boleh Ustadz?” laki-laki itu berusaha menahan langkah saya.
“Saya buru-buru, lho. Tentang apaan sih?” jawab saya sembari menatapnya tajam.
“Saya bosen jadi satpam Pak Ustad.”

Sejurus kemudian saya sadar. Ini pasti Allah pasti yang memberhentikan langkah saya.
Lagi enak-enak tidur di perjalanan, saya terbangun karena ingin pipis, lantas sampai di sebuah pom bensin, hingga akhirnya bertemu sekuriti ini. Berarti barangkali saya harus berbicara dengannya. Sekuriti ini barangkali “target operasi” dakwah hari ini. Bukan jadwal setelah ini. Demikian saya membatin.
“Ok, nanti setelah dari toilet ya,” jawab saya pada sang satpam.

“Jadi, gimana? Bosen jadi satpam? Emangnya nggak gajian?” tanya saya membuka percakapan. Saya mencari warung kopi, untuk bicara-bicara dengan beliau ini. Alhamdulillah ini pom bensin bagus banget. Ada minimart-nya yang dilengkapi fasilitas ngopi-ngopi ringan.
“Gaji mah ada, Ustadz. Tapi masak gini-gini aja nasib saya?”
“Gini-gini aja itu karena ibadah Bapak juga gini-gini aja. Disetel bagaimanapun, agak susah merubahnya.”
“Wah, ustadz langsung nembak aja nih.”

Saya meminta maaf kepada sekuriti ini umpama ada perkataan saya yang salah. Tapi umumnya begitulah manusia. Rezeki mau banyak, tapi kepada Allah tidak mau mendekat. Rezeki mau bertambah, tapi ibadah tidak mau ditambah. Dari dulu tetap begitu-begitu saja.
“Sudah shalat ashar?”
“Barusan, Pak Ustadz. Soalnya kita kan tugas. Tugas juga kan ibadah, iya nggak? Ya saya pikir sama saja.”
“Oh, jadi nggak apa-apa telat, ya? Karena menurut Bapak, kerja Bapak adalah juga ibadah?”
Sekuriti itu tersenyum meringis. Mungkin ia jujur mengatakan demikian. Mungkin juga tidak. Artinya, sekuriti itu bisa benar-benar menganggap pekerjaannya sebagai ibadah. Namun bisa juga tidak. Anggapan pekerjaan sebagai ibadah cuma sebatas ucapan saja. Lagi pula jika menganggap pekerjaan-pekerjaan kita adalah ibadah, maka apa yang kita lakukan di dunia ini semuanya juga ibadah kalau kita niatkan sebagai ibadah.

Tapi, hal itu ada syaratnya. Apa syaratnya? Yakni kalau ibadah wajib dijadikan prioritas nomor satu. Kalau ibadah wajibnya dijadikan prioritas nomor tujuh belas, tentu adalah bohong belaka jika menganggap pekerjaan sebagai ibadah. Lantas, apakah kita tidak boleh meniatkan pekerjaan sebagai ibadah? Tentu saja boleh! Bahkan bagus sekali, bukan hanya boleh. Tapi kemudian kita umpamakan demikian. Suatu saat, kita menerima tamu, kemudian Allah datang. Artinya kita menerima tamu, tepat ketika waktu shalat tiba. Kemudian kita abaikan shalat. Kita abaikan Allah. Nah, apakah demikian masih pantas pekerjaan kita disebut sebagai ibadah? Apalagi kalau kemudian hasil pekerjaan dan usaha, hanya sedikit yang diberikan kepada Allah daripada untuk kebutuhan-kebutuhan kita sendiri. Tampaknya, kita perlu memikirkan kembali ungkapan “pekerjaan sebagai ibadah.”

Saya kembali bertanya pada si sekuriti, “Kata ‘barusan’ itu maksudnya jam setengah limaan, ya? Saya kan baru jam 5 nih masuk ke pom bensin ini.”
“Ya, kurang lebih, deh,” ujar si sekuriti seraya tersenyum kecut.
Saya masih ingat, dulu saya dikoreksi oleh seorang faqih, seorang alim, bahwa shalat itu harus tepat waktu. Di awal waktu. Bagaimana mungkin kita ingin diperhatikan oleh Sang Maha Memberi Rezeki jika shalat kita tidak tepat waktu?!

Aqimish shalaata lidzikrii. Dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku. Lalu, kita bersantai-santai dalam mendirikan shalat. Menunda-nunda. Itu kan jadi sama saja dengan menunda-nunda dalam mengingat Allah. Maka lalu saya ingatkan sekuriti itu. Entahlah, saya merasa he is the man yang Allah sedang berkenan mengubahnya dengan mempertemukan dia dengan saya.
“Gini ya, Pak. Kalau Bapak shalat asar jam setengah lima, maka Bapak jauh sekali tertinggal untuk mengejar dunia. Bapak sudah telat sejam setengah jika waktu ashar sekarang dimulai pada jam tiga kurang sedikit. Bila dalam sehari semalam kita shalat telat terus, dan kemudian dikalikan sejak akil baligh, sejak diwajibkan shalat, kita telat terus, maka berapa jarak ketertinggalan kita? 5 x 1,5 jam, lalu dikalikan sekian hari dalam sebulan, dan sekian bulan dalam setahun, dan dikalikan lagi sekian tahun kita telat. Itu baru soal telat saja. Belum kalau ketinggalan atau kelupaan. Lebih bahaya lagi kalau benar-benar sengaja tidak shalat! Wah, makin jauh saja mestinya kita dari senang!”

Mudah-mudahan sekuriti ini paham apa yang saya katakan. Dari raut mukanya, tampaknya ia paham. Mudah-mudahan demikian juga saudara-saudara, ya. He…he..he. Belagu ya saya? Masa perkataan cetek begini harus ditanyakan pada lawan bicara, paham apa tidak.
Saya juga menjelaskan pada si sekuriti. Jika dia merupakan alumni SMU yang selama ini telat shalatnya, maka kawan-kawan seangkatannya mungkin sudah banyak yang maju. Sementara dia sendiri seperti diam di tempat. Misalkan, seseorang membuka suatu usaha. Lalu ada orang lain lagi yang juga membuka usaha. Sementara yang satu usahanya maju, dan yang lainnya sempit usahanya. Nah, bisa jadi hal itu karena ibadah yang satu itu bagus, sedangkan yang lain tidak.

Dan saya mengingatkan kepada Anda sekalian untuk tidak menggunakan mata telanjang guna mengukur kenapa si Fulan tidak shalat, dan cenderung jahat lalu hidupnya seperti penuh berkah? Sedang si Fulan yang satu rajin shalat dan banyak kebaikannya, namun hidupnya susah. Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan seperti ini cukup kompleks. Tapi bisa diurai satu-satu dengan bahasa-bahasa kita, bahasa-bahasa kehidupan yang cair dan dekat dengan fakta. Insya Allah ada waktunya pembahasan yang demikian.

“Terus, mau berubah?” tanya saya kembali kepada si sekuriti.
“Mau, Pak Ustad! Ngapain juga coba saya kejar Pak Ustadz nih, kalau tidak serius?”
“Ya udah, deketin Allah, deh. Ngebut ke Allah.”
“Ngebut gimana?”
“Satu: benahi shalatnya. Jangan setengah lima-an lagi shalat asharnya. Pantangan telat! Kejar rezeki dengan kita yang datang menjemput Allah. Jangan sampai keduluan Allah.” Si sekuriti mengaku mengerti, maksudnya adalah bahwa sebelum azan ia sudah siap di atas sajadah. Kita ini menginginkan rezeki dari Allah, tapi tidak berusaha mengenali Dia Yang Membagi-bagikan rezeki.

Contohnya, para pekerja di tanah air ini. Mereka bekerja supaya memperoleh gaji. Dan gaji itu merupakan rezeki. Tapi giliran Allah memanggilnya, malah perilakunya seperti tidak menghargai Allah. Padahal hakikatnya, Allah yang menjadikan seseorang bisa bekerja. Ini kan aneh. Saat menemui, penampilan rapi, wangi, dan betul-betul dipersiapkan sedemikian rupa. Namun, giliran mereka menemui Allah, pakaian mereka sembarangan. Amit-amit. Tidak ada persiapan. Bahkan, tidak segan-segan mereka menunjukkan wajah dan fisik yang lelah. Hal itu berarti tidak mengenal Allah.
“Kedua,” saya teruskan, “keluarkan sedekahnya!”
Saya ingat betul. Sekuriti itu tertawa.
“Pak Ustadz, bagaimana saya bisa sedekah, hari ini saja belanjaan di rumah sudah habis? Saya terpaksa berhutang lagi di warung. Saya sudah mulai mengambil barang dulu, bayar belakangan.”

“Ah, Bapak saja yang barangkali kebanyakan beban. Memang gajinya berapa?”
“Satu koma tujuh, Pak Ustadz.”
“Wuah, itu mah besar sekali. Maaf, ya, untuk ukuran sekuriti, yang orang sering sebut orang kecil, gaji segitu sudah besar.”
“Yah, kan saya harus bayar cicilan motor, kontrakan, susu anak. Bayar ini, bayar itu. Emang nggak cukup, Pak ustadz.”
“Itu gaji bisa gede, emang sudah lama kerjanya?”
“Kerjanya sih sudah tujuh tahun. Tapi gaji gede bukan karena sudah lama kerjanya. Saya ini kerjanya pagi siang sore malem, Ustadz.”
“Kok bisa?”

“Ya, sebab saya tinggal di mess. Saya nggak tahu gimana boss menghitung sampai ketemu angka 1,7jt.”
“Terus, kenapa masih kurang?”
“Ya itu, sebab saya punya tanggungan banyak.”
“Secara matematis, lepaskan saja tanggungan yang tidak perlu, seperti motor. Ngapain juga ente kredit motor? Kan nggak perlu?”
“Pengen kayak orang-orang, Pak Ustadz.”
“Ya susah kalau begitu, mah. Ingin meniru orang lain hanya pada soal motornya saja. Bukan ilmu dan ibadahnya. Bukan cara dan kebaikannya. Repot!”
Sekuriti ini nyengir. Memang kalau motor ini dilepas, dia bisa menghemat 900 ribu.
Rupanya angsuran motornya itu 900 ribu. Tidak jelas bagaimana ia menutupi kebutuhannya yang lain. Biaya kontrakan saja, termasuk air dan listrik, sudah Rp. 450 ribu. Kalau melihat keuangan model begini, tentu saja defisit terus.

“Ya sudah. Sudah terlanjur, ya. Oke, shalatnya gimana? Mau diubah?”
“Mau, Ustadz. Saya mau benahi shalat saya.”
“Bareng sama istri, ya. Ajak dia. Jangan sendirian. Ibarat sandal, lakukan berdua. Tambah baik kalau anak-anak juga diajak. Ajak semua anggota keluarga untuk membenahi shalat!”
“Siap, Ustad!”
“Tapi sedekahnya tetap harus dilaksanakan, lho!”
“Yah, Ustadz. Kan saya sudah bilang, tidak ada yang bisa disedekahkan!”
“Sedekahkan saja motornya. Kalau tidak motor, barang apa saja yang lain!”
“Jangan, Ustadz. Saya masih sayang motor ini. Susah lagi belinya. Tabungan juga nggak ada. Emas juga nggak punya.”

Sekuriti ini berpikir, saya kehabisan akal untuk nembak dia. Tapi saya terus berpikir keras untuk mencari solusinya. Kalau dia hanya memperbaiki shalatnya saja, tapi sedekah tidak dilaksanakan, maka keajaiban akan lama muncul. Demikianlah, menurut ilmu yang saya peroleh. Namun tentu saja, lain cerita ceritanya jika Allah berkehendak lain.
“Pak, kalau saya tunjukkan bahwa sebenarnya Bapak bisa sedekah, bahkan besar jumlah sedekah yang bisa dikeluarkan, Bapak mau percaya, nggak?” ujar saya kemudian.
Si sekuriti mengangguk.

“Oke, kalau sudah saya tunjukkan, mau melaksanakannya?”
Sekuriti ini mengangguk lagi. “Selama saya bisa, saya akan laksanakan,” katanya mantap.
“Gajian bulan depan masih ada nggak?”
“Masih. Kan belum bisa diambil?”
“Bisa! Dicoba dulu!”
“Nanti bulan depan saya hidup gimana?”
“Yakin nggak sama Allah?”
“Yakin.”

“Nah, kalau yakin, titik. Jangan koma. Jangan pakai kalau.”
Sekuriti ini saya bimbing untuk kasbon guna bersedekah sebisa mungkin. Tapi saya jelaskan kepada sekuriti agar diusahakan menyedekahkan semua gajinya. Hal itu agar jumlah sedekah betul-betul signifikan. Dengan demikian, perubahan yang akan terjadi juga betul-betul dirasakan. Dia berjanji akan membenahi mati-matian shalatnya. Termasuk dia akan laksanakan semaksimal mungkin shalat taubat, hajat, dhuha, dan tahajjud. Dia juga berjanji untuk rajin mengisi waktu senggang dengan membaca Alquran.

Tampaknya, si sekuriti itu sudah lama tidak berlari kepada Allah. Shalat Jum’at saja menunggu qomat. Wah, susah juga. Keadaan seperti justru ia anggap sebagai sesuatu yang wajar. Hal itu karena tugasnya sebagai sekuriti. Toh, tugas yang dilakukannya ia anggap sebagai ibadah. Itulah barangkali yang telah membuat Allah mengunci mati dirinya hanya menjadi seorang sekuriti sekian tahun. Padahal dia Sarjana Akuntansi! Ya, rupanya dia ini Sarjana Akuntansi. Pantas saja dia merasa bosan dengan posisinya sebagai sekuriti. Tidak sesuai dengan keinginan hatinya. Tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Tapi demikianlah hidup. Apa boleh buta, eh, apa boleh buat. Mungkin yang penting bagi dia saat itu adalah memperoleh pekerjaan dan mendapat gaji.

Bagi saya sendiri, tidak masalah memiliki banyak keinginan. Asal keinginan itu sesuatu yang diperbolehkan dan masih dalam batas-batas wajar. Juga tidak masalah memimpikan sesuatu yang belum tercapai. Asal hal itu dibarengkan dengan peningkatan ibadah kita. Sebagaimana realitas sosial sekarang ini, meskipun harga barang-barang melejit naik, kita tidak perlu khawatir. Ancam saja diri kita sendiri agar mau meningkatkan ibadah-ibadah kita. Jangan malah berleha-leha karena akan membuat hidup kita justru tergilas dengan tingginya harga barang-barang.


Sekuriti ini kemudian menemui atasannya guna meminjam uang. Ketika ditanya oleh sang atasan untuk apa, dia hanya nyengir tidak menjawab. Tapi ketika ditanya jumlah yang mau dipinjam, ia pun menjawab, “Semuanya! 1,7 juta. Utuh sejumlah gaji yang biasa diterima.”
“Tidak bisa!” kata komandannya.
“Tolonglah, Pak,” jawab sekuriti memelas, “Saya kan belum pernah kasbon. Tidak pernah berani. Baru kali ini saya berani.”

Sang komandan terus mengejar alasan si sekuriti berhutang. Akhirnya, ia pun menceritakan pertemuannya dengan saya. Singkat cerita, sekuriti ini direkomendasikan untuk bertemu langsung dengan owner SPBU ini. Menurut sang komandan, permohonan bon lewat jalur formal susah dikabulkan. Kalau pun dikabulkan, paling hanya sejumlah 30% dari total jumlah gaji. Itu juga belum tentu bisa dicairkan dalam waktu cepat.
Di luar dugaan, sang owner justru menyetujui permohonan bon si sekuriti. Persetujuan itu juga karena dibantu sang komandan yang ikut merayu.

“Katanya, buat sedekah, Pak,” jelas sang komandan kepada sang big boss.
Subhaanallaah! Semua orang di pom bensin itu mengetahui perubahan yang terjadi. Kisah sang sekuriti yang bertemu dengan saya serta kisah perjuangannya bersama sang komandan untuk meminjam uang, menjadi sesuatu yang dinanti-nantikan the end story-nya. Termasuk dinanti oleh sang pemilik pom bensin.

“Kita coba lihat, berubah nggak tuh nasib si sekuriti,” begitulah pemikiran kawan-kawannya yang tahu bahwa ia i ingin berubah bersama Allah melalui jalan shalat dan sedekah.
Hari demi hari, sekuriti ini diperhatikan oleh kawan-kawannya. Ia kini rajin sekali shalat. Selalu tepat waktu. Ibadah-ibadah sunah juga lumayan istiqamah. Mengetahui hal itu, sang bos pun senang, sebab tempat kerjanya jadi barokah dengan adanya orang yang mendadak jadi saleh begini. Apalagi kenyataannya si sekuriti tidak mengurangi kedisiplinan kerja. Raut mukanya justru selalu tampak cerah. Keceriaan sang sekuriti itu karena, menurutnya, ia sedang menunggu janji Allah. Dan dia yakin, janji Allah pasti datang. Demikian ia jelaskan kepada teman-temannya yang meledek dirinya. Mereka mau ikut rajin shalat dan sedekah jika ia memang berhasil dengan “eksperimen gila”-nya itu.

Saya tertawa mendengar dan menuliskan kembali kisah ini. Bukan apa-apa, saya justru suka tantangan yang demikian. Sebab insya Allah, pasti Allah tidak akan tinggal diam. Dan barangkali Allah akan betul-betul mempercepat perubahan nasib si sekuriti. Hal itu agar sang sekuriti benar-benar menjadi tambahan uswatun hasanah bagi yang belum memiliki iman. Saya pun tersenyum dengan keadaan ini, sebab Allah pasti tidak akan mempermalukan si sekuriti.
Suatu hari sang bos berkata, “Kita lihat saja dia. Kalau dia tidak mengambil kasbon, berarti dia berhasil. Tapi kalau dia kasbon, maka kelihatannya dia gagal. Sebab buat apa menyedekahkan gaji bulan depan, kalau kemudian ia mengambil kasbon lagi. Percuma!”
Tapi subhaanallah! Sampai akhir bulan berikutnya, si sekuriti ini tidak mengambil kasbon. Berhasilkah? Tunggu dulu. Kawan-kawannya ini tidak melihat motor besarnya lagi. Jadi, ia tidak mengambil kasbon karena ia masih memiliki uang dari hasil jual motor, bukan dari keajaiban mendekati Allah. Hingga akhirnya ketika sang sekuriti bertemu dengan si boss, ia pun ditanya tentang sesuatu yang sesungguhnya adalah rahasia dirinya sendiri.
“Benar nih, nggak kasbon? Udah akhir bulan, lho. Yang lain bakal menerima gaji. Sedang gaji Bapak kan sudah diambil bulan kemarin,” kata si boss serius.

Kepada saya, sekuriti ini mengatakan bahwa ia memang sudah siap-siap mau kasbon kalau sampai pertengahan bulan ini tidak ada tanda-tanda keberhasilan. Tapi kemudian cerita si sekuriti ini benar-benar membikin orang tercengang! Apa pasal? Hal itu karena ternyata betul-betul terjadi keajaiban setelah ia membenahi shalatnya dan memberikan sedekah dengan jumlah besar yang belum pernah ia lakukan seumur hidup! Mempertaruhkan hidupnya dengan menyedekahkan semua gaji bulan depannya. Semuanya tanpa tersisa!
Keajaiban itu berawal ketika di kampung halaman si sekuriti terjadi transaksi tanah, yang melibatkan dirinya. Padahal dirinya tidak terlibat secara fisik. Ia sekedar menjadi mediator lewat SMS ke pembeli dan penjual. Dari transaksi inilah, Allah mengganti sedekah yang ia keluarkan dari gajinya sebesar Rp 1,7 juta menjadi 10 kali lipat. Bahkan lebih!

Allah memberinya karunia berupa komisi penjualan tanah di kampungnya sebesar Rp 17,5 juta! Dan hal itu terjadi begitu cepat. Kejadian itu terjadi masih dalam bulan yang sama, belum berganti bulan. Sadar betapa besarnya anugerah Allah, akhirnya dia malu sendiri kepada Allah. Motor yang selama ini dia sayang-sayang, dia jual! Uangnya digunakan untuk sedekah. Uang hasil penjualan motor dia gunakan untuk membiayai keberangkatan haji ibunya, satu-satunya orang tuanya yang masih hidup. Subhaanallaah!

Sayang sekali, uang hasil penjualan motor itu tetap tidak cukup untuk menutupi ongkos haji. Karena dijual cepat, harga motornya tidak sampai Rp 13 juta. Akhirnya, ia tambahkan sendiri sebesar Rp 12 juta yang berasal dari uangnya sendiri yang ia peroleh dari komisi penjualan tanah. Dengan demikian, sang ibu memiliki uang sebesar Rp 25 juta. Jumlah itu sudah cukup untuk daftar naik haji. Tambahan ongkos yang lain berasal dari simpanan ibunya sendiri.
Masih menurut cerita si sekuriti, ia merasa aman dengan uang Rp 5 juta, sisa dari komisi transaksi tanah itu. Dan dia merasa tidak memerlukan motor lagi. Dengan uang ini, ia aman dan tidak perlu kasbon.

Tak ayal, sang bos pun berdecak kagum. Dia lalu kumpulkan semua karyawannya dan menyuruh si sekuriti ini bercerita tentang keberkahan yang dilaluinya selama 1 bulan setengah ini. Apakah cukup sampai di situ perubahan yang terjadi pada diri si sekuriti?
Tidak! Si sekuriti ini kemudian diketahui oleh owner pom bensin tersebut sebagai sarjana S1 Akuntansi. Lalu dia dimutasi di perusahaan si owner yang lain, dan dijadikan staf keuangan di sana. Masya Allah, masya Allah, masya Allah! Berubah, berubah, berubah! Saudara-saudaraku sekalian. Cerita ini bukan sekedar cerita tentang Keajaiban Sedekah dan Shalat saja. Tapi soal tauhid. soal keyakinan dan iman seseorang kepada Allah, Tuhannya. Tauhid, keyakinan, dan imannya ini bekerja menggerakkan dia hingga mampu berbuat sesuatu. Tauhid yang menggerakkan!

Begitu saya mengistilahkan. Sekuriti ini mengenal Allah. Dan dia baru sedikit mengenal Allah. Tapi lihatlah, ilmu yang sedikit ini diterapkan olehnya dan diyakini. Akhirnya? Jadi! Bekerja penuh buat perubahan dirinya, buat perubahan hidupnya. Subhaanallaah, masya Allah. Dan lihat juga cerita ini, seribu kali si sekuriti ini berhasil keluar sebagai pemenang, siapa kemudian yang mengikuti cerita ini? Kayaknya kawan-kawan sepom bensinnya pun belum tentu ada yang mengikuti jejak suksesnya si sekuriti ini. Barangkali cerita ini akan lebih dikenang sebagai sebuah cerita manis saja. Setelah itu, kembali lagi pada rutinitas dunia.

Yah, barangkali tidak semua ditakdirkan menjadi manusia-manusia pembelajar.

--Ust. Yusuf Mansur--

-----
Allah Ta’ala berfirman, “Perumpamaan ( nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki . Dan Allah maha luas (kurnia-Nya) lagi maha mengetahui” .
(Qs. Al Baqarah (2) : 261)

Allah Ta’ala berfirman, ” Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertaqwa dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (syurga) maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah “.
(Qs. Al Lail (92) : 5-8)

Rasulullah SAW mengingatkan dalam pidatonya ketika beliau sampai di Madinah pada waktu hijrah dari Makkah : “Wahai segenap manusia! Sesungguhnya amal itu tergantung kepada niat, dan seseorang akan mendapatkan (pahala) sesuai dengan apa yang diniatkannya”.

Rasulullah SAW bersabda, “Setiap awal pagi, semasa terbit matahari, ada dua malaikat menyeru kepada manusia dibumi. Yang satu menyeru, “Ya Tuhan, karuniakanlah ganti kepada orang yang membelanjakan hartanya kepada Allah “. Yang satu lagi menyeru “musnahkanlah orang yang menahan hartanya”.