SMILE...^_^

Jumat, 05 Agustus 2011

KEJERNIHAN DAN KEDAMAIAN

# catatan hari kedua bulan Ramadhan, 2 Agustus 2011

Seorang bapak bersama dua anaknya naik sebuah kereta. Mereka menempati sebuah gerbong dimana anaknya selalu bercanda, berlari, dan sesekali berteriak. Layaknya anak-anak pada umumnya, yaitu anak umur 5 tahun dan 8 tahun, mereka seakan punya dunia yang selalu ceria. Sepanjang perjalanan anak tersebut berlari yang kadang-kadang mengganggu para penumpang kereta lainnya. Namun seperti membiarkan anaknya berlari atau bermain apa saja di dalam kereta tersebut, bapak itu memang terlihat sangat ‘cuek’ dan tidak memperhatikan anaknya.

Akhirnya beberapa penumpang menggunjingkan hal tersebut,
“Dasar bapak tidak bisa mengurus anak, anak nakal didiamkan saja seperti ini”
“Bagaimana sih bapak ini? Anaknya berlari seperti itu dia diam saja”
“Keterlaluan bapak ini, benar-benar tidak memperhatikan anaknya”

Anak dari bapak tersebut tetap dalam dunia cerianya. Ia saling bercanda antara kakak dan adiknya. Mereka tertawa lepas dan benar-benar bahagia dalam dunia mereka sebagai anak. Namun karena beberapa penumpang merasa terganggu dengan tingkah bermain dua anak tersebut, maka seorang penumpang mendekati bapak itu untuk diajak bicara.
“Apakah bapak memperhatikan dan tahu bahwa anak bapak berlari kesana kemari, tertawa dan bahkan membuat bising?”
“Ya, saya tahu. Saya memperhatikan mereka”
“Mengapa bapak diam saja? Seharusnya bapak memperingatkan mereka supaya sedikit tenang agar tidak mengganggu penumpang lainnya”
“Mereka sedang bahagia”
“Semua anak bahagia, namun bapak tidak bisa membiarkannya seperti itu”
“Saya tidak tega merusak kebahagiaan anak saya”
“Saya semakin tidak mengerti arah pembicaraan bapak”
“Saya ini menjemput dua anak saya untuk bertemu dengan ibunya. Ibunya sekarang sedang dirawat di rumah sakit dan dalam keadaan kritis. Saya diam saja dari tadi karena memikirkan istri saya yang dalam keadaan kritis. Saya diam saja bukan karena tidak memperhatikan anak saya, namun saya tidak tega merusak kebahagiaan mereka untuk tahu kondisi ibunya”

Seseorang yang mengajak ngobrol bapak tadi ikut sedih, ia kemudian diam dan ikut memandangi kedua anak bapak itu yang sedang bermain. Ia memahami kondisi bapak tersebut. Para penumpang lainnya kini bertambah heran karena melihat salah satu diantara mereka yang mencoba untuk mengajak ngobrol bapak itu kini ikut menjadi diam.

“Kita dapat menjadi jernih ketika kita melepaskan segala sudut pandang yang kita pakai untuk melihat sesuatu”

Setiap orang memakai sudut pandang dirinya sendiri untuk menilai sebuah peristiwa, dan dari sinilah sebuah konflik berawal. Konflik terjadi karena perbedaan sudut pandang yang dipakai, dan seseorang mempertahankan sudut pandang yang dimilikinya.

Bagaimanakah bentuk sebuah kejernihan yang memandang sebuah peristiwa tanpa sudut pandang?
Kejernihan tersebut dinamakan ‘tidak menilai’.
Apapun peristiwa yang terjadi, apapun pengalaman yang hinggap, apapun yang dilihat, apapun yang didengar, kita tetap ‘tidak menilai’

Untuk tidak menilai, bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah. Seringkali kita dengan tergesa-gesa memberikan sebuah nilai atau anggapan terhadap sesuatu yang hadir didepan kita. Judgment kita atau nilai kita akan membuat sebuah ‘riak’ di dalam pikiran. Apabila anda terbiasa dengan ‘tidak menilai’, maka anda akan naik ke atas mengambil jarak antara pengamat dan yang diamati. Semakin tinggi anda naik ke atas, pandangan anda semakin utuh dan anda semakin melihat dengan nyata sudut-sudut yang lain.

Melatih kejernihan pikiran anda kali ini adalah dengan langkah meditasi ‘tidak menilai’.
Kita akan mulai dari pagi ini. Apapun yang anda baca di status facebook, ingat bahwa anda sedang dalam latihan ‘tidak menilai’
Apapun yang anda alami sepanjang hari ini, ingat bahwa anda sedang dalam latihan ‘tidak menilai’.
Hal ini bukan berarti anda diam saja, anda hanya sedang ‘tidak menilai’, anda masih bisa bilang‘terimakasih’ apapun yang anda liat atau anda alami. Apapun yang anda baca dari sebuah status facebook, ketika anda menanggapi saat itulah anda sedang menilai. Cukup katakan ‘terimakasih’, apapun  yang anda alami ucapkanlah ‘terimakasih’

Salah satu ‘riak’ yang merusak kejernihan adalah dari hasil penilaian. Ciptakanlah kejernihan dengan mengurangi ‘riak’ yang ada. Langkah mudah untuk mengurangi ‘riak’ tersebut adalah dengan latihan‘tidak menilai’ untuk sepanjang hari pada hari kedua ini.
“Terimakasih”

Salam Kejernihan!
Agung Webe -  http://www.agungwebe.net
Medan, 2 Agustus 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar