SMILE...^_^

Senin, 04 Juli 2011

MELEPASKAN “TOPENG”

Dulu sebelum mengenal dunia pengembangan diri saya pernah bergabung dalam sebuah komunitas bisnis dimana gengsi menjadi sesuatu yang harus diperjuangkan. Saya memaksakan membeli sesuatu demi sebuah gengsi, memaksakan life style yang belum sebanding dengan pemasukan saya waktu itu. Akibatnya saya terjebak banyak hutang. Sudah banyak hutang karena persoalan bisnis ditambah lagi gengsi saya gede, wah ya udah deh terjebak lingkaran setan sampe makan aja susah dan harus utang-utang lagi. So, saya pernah merasakan sengsaranya hidup dengan topeng. Sehingga sejak kejadian di masa lalu itu saya takut terhadap penawaran-penawaran segala macam bentuk topeng kehidupan. Lebih bebas hidup dengan menampilkan apa adanya.

Penawaran topeng ini berdasarkan pengalaman sumbernya dua. 
Yang pertama dari diri sendiri dan yang kedua dari anggapan orang lain atau lingkungan terhadap kita . 

Mengapa soal topeng ini sangat penting? 
Karena dalam jangka panjang akan mencekik leher sendiri.
 Apakah saya berlebihan dan menggeneralisasi pengalaman pribadi? No, teman-teman dekat saya yang masih terus berada dalam komunitas bisnis yang dulu itu saat ini pada kejebak sebagaimana saya dulu. Akhirnya ya dikejar-kejar debt collector dan dimusuhi banyak orang. Semua barang yang tadinya dimiliki terjual satu-satu mulai dari mobil bahkan sampai hape. Astaghfirullah. Saya sedih sekali. Semoga teman-teman saya itu tabah menerima semuanya dan tersadar tentang bahayanya hidup dalam topeng kepura-puraan dan topeng gengsi. Amiiin.

Lalu apa yang perlu dilakukan friends? 
JUJUR dan KLARIFIKASI. Buang jauh-jauh gengsi kita. Jujur mengatakan apa adanya kondisi kita. Dan segera lakukan klarifikasi bila lingkungan mulai menempelkan anggapan yang tidak sesuai dengan kenyataan kita. Dengan ini malah kita bisa melihat mana teman-teman kita yang menghargai kita seutuhnya dan mana yang hanya menghargai kita dari benda-benda yang kita miliki.

Note ini tidak mengajak anda untuk tidak maju. Bukan mengajak untuk tidak membeli barang-barang mewah. Bukan itu pointnya. Ini soal mencermati niat. Misal kita ini mau beli mobil karena butuh atau karena biar dibilang kaya? Bila memang butuh dan cashflow keuangannya bisa dialokasikan ya membeli enggak apa-apa. Tapi jika cashflow finansial kita masih belum memadai lalu kita paksakan membeli demi dinilai orang, ah itu pertanda awal kita masuk dalam lingkaran setan gengsi. Dalam hal ini saya justru belajar dari beberapa teman saya. Salah satunya pernah saya jadikan status. Dia sangat kaya, punya mobil 15 buah, usia kurang lebih sama dengan saya. Pakaiannya kadang kucel. Saat awal kenal saya tidak tahu dia orang kaya. Wah kaget sekali saya setelah mengetahui dia sangat kaya. Saya jadi malu. Karena dia saja yang kaya tidak sombong dan tidak gengsi. Ingat yang sering terjadi, saya lihat dan saya alami, demi gengsi seseorang tidak segan untuk berbohong menjaga “kehormatan” diri.

Oleh karenanya mari kita lepas topeng gengsi kita. Dalam kenyataannya hidup itu “sawang sinawang” alias “rumput halaman tetangga selalu terlihat lebih hijau”. Jika selalu melihat "ke atas" kita akan terjebak pada lingkaran topeng kepura-puraan yang bisa jadi tiada bertepi. Tamat.


Salam Tanpa Topeng
ARIF RH -- The Happiness Consultant

Tidak ada komentar:

Posting Komentar