SMILE...^_^

Kamis, 07 Juli 2011

KA'BAH DAN SEJARAHNYA.






“ Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat ibadah) ialah Baitullah yang di Bakkah (Makkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi seluruh manusia ”. al Qur’an surah ke 3 Ali Imran ayat 96.


Sebuah bangunan yang kuat, kokoh terletak di dalam masjidil Haram di Makkah. Ia hanya merupakan batu-batu hitam yang dibangun berbentuk segi empat Dari segi arsitektur bangunan itu sangat sederhana, namun memiliki arti tersendiri, sangat istimewa, dan telah mempengaruhi hati serta pikiran bermilyar manusia di seluruh dunia.
Hal itu disebabkan bangunan tersebut merupakan tujuan utama manusia dalam hidup beragama, dan itulah ‘Ka’bah’. Dalam berbagai riwayat dikatakan bahwa, batu-batu itu diambil dari bukit Abu Qubais, Bukit Thursina, Al Qudus, Warqan, (antara Makkah-Madinah), bukit Radhwi dan bukit Uhud.

Kata Ka’bah memang berasal dari bahasa ‘Arab, yang berarti ‘bangunan persegi empat’. Akan tetapi bentuknya tidak sama sisi. Dalam kitab al Din wa Tarikh al Haramain as Syarifain, karya Abbas Kararah, halaman 78 disebutkan, bahwa ukuran Ka’bah adalah; tinggi dari dasar tanah 15m, lebar pada arah pintu Ka’bah 11,58m, lebar pada bagian Hijir Isma’il 10,22m, Lebar antara Hijir Isma’il dan Rukun Yamani bagian barat 11,93m, lebar antara Rukun Yamani dan Hajr Aswad 10,13m, tinggi dasar Ka’bah dari tanah 2m, dan panjang pintunya 2m, letak Hajar Aswad dari tanah 1,50m, jarak antara Ka’bah dan maqam Ibrahim 11,10m.

Diameter Ka’bah seperti tersebut di atas merupakan ukuran Ka’bah yang ada sekarang, yang dibangun oleh Sultan Murad, salah seorang Sultan dari Kerajaan Turki Utsmani. Pada tahun 1309 H. pada hari Kamis bulan Sya’ban, kota Makkah mengalami banjir yang amat besar sehingga mengakibatkan Ka’bah runtuh. Karenanya Ka’bah kembali dibangun. Dalam waktu satu tahun yaitu pada tahun 1040H atau +- tahun 1630 M, Ka’bah kembali berdiri tegak sampai sekarang.

Sejak awal dibangunnya sampai tahun 1630M, Ka’bah telah mengalami renovasi sebanyak 11 kali sejak pembangunan pertama kali dilakukan oleh para malaikat, kemudian dibangun kembali oleh Nabi Adam as, yang ketiga kalinya oleh putra Nabi Adam-Syits, yang keempat dilakukan oleh Nabi Ibrahim as bersama putranya Isma’il, yang kelima kalinya dekerjakan oleh suku Amaliqah, yang keenam kalinya dilakukan oleh suku Jurhum, yang ketujuh kalinya dikerjakan oleh Qushay bin Kilab dari suku Mudhar, yang kedelapan kalinya oleh suku Quraisy.
Pada tahun 683M, renovasi kesembilan Ka’bah dilakukan oleh Zubeir bin Awwam. Setahun kemudian, al Hajjaj bin Yusuf al Tsaqafi merenovasi Ka’bah untuk yang kesepuluh kalinya, dan akhirnya Ka’bah sebagaimana kita ketahui sampai saat ini adalah hasil dari pembangunan kembali oleh Sultan Murad. Jarak antara renovasi yang dilakukan al Hajaj dengan Sultan Murad +- 966 tahun ( kitab Fi Rihab al Baiti al Haram, Syikh al ‘Alawi al Maliki). Dan betapapun pembangunan itu dilakukan, akan tetapi tidak bergeser dari tapak yang semula dibangun oleh Nabi Ibrahim as.

Sejak zaman Nabi Isma’il as, Ka’bah sudah diberi penutup yang disebut ‘Kiswah’. Kiswah Ka’bah terbuat dari kain sutra berwarna hitam merupakan pemberian al Hajaj pada tahun 684M. Sementara kiswah yang ada sekarang adalah sutra asli yang dilengkapi kaligrafi dari benang emas, buatan pemerintah Arab Saudi yang dibuat oleh pabrik khusus dengan tenaga ahli berjumlah 240 orang, Kiswah ini terdiri dari dua bagian, yaitu bagian dalam berwarna hijau dan luarnya berwarna hitam. Dalam setahun Ka’bah dicuci dua kali, yaitu pada awal bulan Dzulhijjah dan pada awal bulan Sya’ban.

Akan tetapi kiswahnya diganti hanya sekali dalam setahun dengan biaya 17 juta Rial Saudi. (Makkah-Madinah dan Sekitarnya, Ahmad Junaidi Halim, LC. Diterbitkan ICMI Madinah).

Ka’bah sebagai bangunan pertama tempat manusia beribadah memiliki keistimewaan yang tak ada duanya yaitu; ia berada pada garis lurus dengan Baitul Makmur-pusat ibadah para malaikat di langit.

Disamping itu Allah menurunkan 120 rahmat di Ka’bah, yang 60 rahmat Nya diberikan kepada orang yang sedang thawaf, yang 40 diberikan kepada mereka yang shalat, dan yang 20 rahmat Nya lagi diberikan kepada mereka yang sedang memandangi Ka’bah. (kitab Tarikh al Ka’bah al Mu’adhamah, Husein Abdullah Basalamah).

Dan ketika memandang Ka’bah itu dianjurkan untuk berdo’a dengan lafadz, “ Allahumma zid hadzal baita tasyrifan, wa ta’dziman, wa takriman, wa mahabatan, wa zid man syarrafahu wa karramahu mimman hajjahu awi’tamarahu tasyrifan wata’dziman wa takriman wa birran”/ Ya Allah, tambahkanlah kemulian, keagungan, kehormatan, kemuliaan pada baitullah ini, dan tambahkanlah pula pada orang-orang yang menghormatinya, memuliakannya, dan mengagungkannya di antara mereka yang berhaji atau yang berumrah pada nya kehormatan, kemuliaan, keagungan, dan kebaikan.

Ka’bah bagi umat Islam dijadikan oleh Allah SWT sebagai arah yang dituju. Pada saat yang sama, ia adalah lambang bagi Tuhan itu sendiri, sehingga pada saat menghadapi berbagai alternative, maka arah itu jelas, atau Tuhanlah yang menjadi tolok ukurnya. Hal ini bukan berarti segala perbedaan harus dihapus dan semua kepentingan atau kecenderungan harus dilebur dalam satu wadah.

Kita bisa melihat bagaimana orang yang ada di Masjidil Haram mengerjakan shalat wajib, ada yang berdiri di utara, di selatan, di timur, di barat, di barat laut, timur laut, yang masing-masing bebas memilih tempat berpijaknya selama mereka mengarah ke Ka’bah. Karenanya kelirulah mereka yang memaksakan pendapatnya agar dianut, dan keliru juga orang yang memaksakan persatuan dengan melebur perbedaan.

Ketika Penaklukan Makkah, Nabi Muhammad SAW memerintahkan menghancurkan patung-patung peninggalan Jahiliyah, baik yang ada di dalam maupun di luar. Untuk menghilangkan bekas-bekas kemusyrikan, Nabi SAW kemudian mencuci Ka’bah.

Kaum muslimin segera mengambil air zamzam dan mencuci luar dan dalam Ka’bah, sehingga bekas-bekas kemusyrikan itu terkikis habis. Upacara pencucian kemudian mentradisi dalam kerajaan Arab Saudi.

Upacara ini dihadiri oleh raja-raja, menteri-menteri, para ulama, tokoh masyarakat dan utusan negara-negara Islam yang di Undang. Alm. Presiden Soeharto, juga pernah diundang dalam upacara sakral ini. Setelah dicuci bersih dengan air zamzam, Ka’bah disiram berulang kali dengan air mawar dan pewangi lainnya, kemudian diasapi dengan asap kayu ambar, kayu gaharu dan semacamnya. Itulah sebabnya, kalau kita mendekat pada Ka’bah, hidung kita dapat mencium wangi harum yang seolah memancar darinya. Kebiasaan ini telah dilakukan dimasa Rasulullah SAW 15 abad yang lalu.


Pada mulanya Ka’bah tidak memiliki atap/loteng. Barulah pada masa pembangunan oleh suku Quraisy, mereka memberi atap pada Ka’bah. Karena atap sudah dibangun, maka diperlukan talang (pancuran air) tempat pembuangan air hujan yang mereka sebut ‘mizab’.

Talang itu dibuat dari emas dan tepat pada sisi yang menghadap Hijr Isma’il. Sungguh sangat indah. Pada tahun 317H, salah seorang pegikut Abu Thaher Qurmuthy (pencuri batu Hajr Aswad), memanjat tembok Ka’bah untuk mengambil mizab tersebut. Namun ketika tangannya hampir mencapai mizab, ia terjatuh kelantai Hijr Isma’il dan mati seketika.

Mizab ini sudah berulang kali diganti, dan yang sekarang adalah mizab pemberian Sultan Abdul Madjid Khan bin Sultan Muhammad Khan dari Konstantinopel pada tahun 1859M atau 1276H. Di bawah mizab ini adalah salah satu tempat diijabahnya do’a. Sebagaimana diriwayatkan, Ustman bin ‘Affan pernah berkata pada rombongannya yang sedang melaksanakan haji, ‘ Tanyakan kepadaku, dari mana aku tadi’.

Kemudian mereka bertanya, ‘ Dari mana engkau ya Amirul Mukminin ?’. Ustman menjawab, ‘ Aku baru saja dari pintu surga’. Padahal beliau baru saja berdiri di bawah mizab dan berdo’a. (kitab Fi Rihabi Bait al Haram, Muhammad Alawi al Maliki).

Pada saat hujan turun, banyak orang dan jamah haji dengan sengaja mendapatkan air pancurannya, sehingga untuk mendapatkannya para jama’ah haji rela saling sikut menyikut, saling menyakiti. Padahal tidak ada satu riwayatpun yang mendukung tentang karamah air pancuran mizab itu.

Baik ulama salaf maupun khalaf tidak pernah menganjurkan untuk menampung dan memanfaatkan air pancuran mizab. Karena itu, para jama’ah haji Indonesia, untuk tidak saling berebutan mengejar air pancuran bila hujan turun, apalagi yang sudah tua-tua, karena hal itu mengandung resiko. Wallahu a’lam. ***** ( Fachrurrozy Pulungan )

http://waspadamedan.com/

http://www.facebook.com/pages/BAITUL-IZZAH/97085667547
http://lubuaksalak.wordpress.com/2010/03/03/bagian-bagian-kabah/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar