Kehidupan di jaman seperti ini makin lama makin meresahkan
Harga kebutuhan sehari-hari makin tak terjangkau, sehingga taraf kehidupan manusia juga makin rendah
Perekonomian makin terjepit
Timbullah ‘ide-ide’ kreatif untuk menyiasati kondisi ini.
Efeknya banyak sekali dan dimana-mana
Kriminalitas makin tinggi dan beragam
Banyak orang yang mulai memraktekkan perekonomian curang
Menghalalkan segala cara agar dapat ‘keuntungan’ semu
Kesenjangan makin ekstrim, jalan pikiran manusia pun makin pendek.
Tidak hanya di kota-kota besar seperti di Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan dan di kota-kota besar lainnya. Di desa-desa terpencil, di pelosok perkampungan-perkampungan yang dikenal tenang pun tidak terlepas dari penyakit cemas ini.Tidak hanya mereka yang sulit mencari rupiah, kepada yang sudah mapan pun cemas menghinggapi dengan sangat leluasanya. Cemas memang akan menjalar ke mana-mana. Juga kepada yang kaya-miskin, pintar-bodoh, atasan-bawahan, kelompok terhormat dan yang ter- singkir dalam kelompok sosial yang paling marginal, kelompok yang paling rendah dan terpinggirkan.
Cemas memang sewaktu-waktu datang
Menyerang siapa saja dan kapan saja.
Ia tidak pilih kasih.
Hampir sebagian besar manusia turut merasakannya.
Sumber kecemasan sebenarnya tidaklah jauh.
Ia ada di dalam diri manusia itu sendiri.
Sumber cemas ada di hati.
Dalam nur'aninya
Menyangkut masalah hati,
Bukanlah masalah yang sederhana.
Masalah hati adalah masalah yang besar, masalah akbar.
Sangatlah banyak orang yang lupa dengan kedir- iannya.
Manusia sering dibuat lupa akan kemanusiaannya sendiri karena hatinya. Karena nuraninya.
Badannya berjalan, akan tetapi hatinya mampet dan berhenti. Fisiknya bergerak, tetapi hatinya tidak lagi berfungsi. Begitu banyaknya kerusakan yang terjadi di muka bumi, karena desakan rasio yang dinomor satukan. Persoalan-persoalan yang muncul tidaklah dikembalikan kepada control kehidupan yang sebenarnya bersumber di hati.
Orang bisa saja mengamuk, tetapi bila bisikan hati didengarkan dengan seksama, akan jadi lain ceritanya. Bersitegang urat saraf, luapan keinginan untuk menyingkirkan lain, yang sudah sampai di ubun-ubun, suka-suka muncul dalam pergaulan hidup bermasyarakat. Tapi bila himbauan-himbauan hati didengar dan diresapi, keputusan yang diambil tidak akan berakibat fatal. Akan ada jalan tengah yang justru malah menguntungkan kedua belah pihak.
Hati, dasarnya memang menjadi penyejuk dan menyeimbang dari gejo lak rasionalitas (akal) yang sering gampang panas itu. Ini mestinya diefektifkan
Bila hati manusia tidak normal maka pada saat itu fungsi kemanusiaan manusia telah terganggu. Manusia menjadi sangat mudah hilang kendali. Tingkah lakunya menjadi kasar dan keras. Ide dan keputusan yang diambilnya bukan saja sangat mementingkan egonya, menomor satukan kepentingannya, tapi juga mengancam keamanan dan keselamatan orang lain.
Rasulullah SAW. bersabda:
"Dan Janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orngyang fasik."(QS.Al-Hasyr:19)
" Ingatlah bahwa sesunguuhnya dalam diri manusia ada segumpal darah. Apabila segumpal darah itu baik, maka baiklah seluruh anggota tubuh itu. Dan bila segumpal darah itu rusak, maka rusaklah seluruh anggota tubuh. Dan ketahuilah segum- pal darah itu adalah hati."
Namun....
Segelap apapun kabut yang ada di depan mata, bila kegundahan dikembalikan kepada Allah, akan berubah menjadi cahaya. Masalah yang begitu nampak mencekam di depan akan perlahan berkurang dari beban-beban yang menyempitkannya.
Kita tidak perlu mengutuk siapapun perihal apa ayang telah menimpa kita. Sebagaimana pesan yang disamaikan oleh Nabiullah SAW." Bahwasanya seorang hamba apabila mengutuk sesuatu, naiklah kutukan itu ke langit, lalu dikunci pintu langin-langit itu dibuatnya. Kemudian turunlah kutukan itu ke bumi, lalu dikunci pula pintu-pintu bumi itu baginya. Kemudian berkeliaran ia ke kanan dan ke kiti. Maka apabila tidak mendapat tempat batu, ia pergi kepada yang dilaknat, bila layak(artinya kalau benar ia berhak mendapat laknat) tetapi apabila tidak layak, maka kembali kepada orang yang mengutuk(kembali ke alamat si pengutuk)."(HR.Abu Dawud)
Alangkah indahnya bila kita mampu menghilangkan cemas dengan mengembalikan kepada kesucian hati. Hati yang suci dan bersih akan membuat kita mampu menjalani hidup ini dengan cara yang suci dan bersih pula.
Firman Allah, "Sesungguhnya beruntunglan orang yang mensucikan diri. Dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang."(QS.Al- A'laa:14-15)
Orang bijak berkata, "Barangsiapa yang menanam benih 'nanti', maka akan tumbuh sebuah tanaman bernama 'mudah-mudahan', yang memiliki buah bernama 'seandainya', yang rasanya adalah 'kegagalan dan penyesalan'."
oleh ustadz ; ABDUL AZIZ SETIAWAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar