Sebuah kisah nyata. Ada seorang ibu rumah tangga yang memiliki empat anak laki-laki. Urusan belanja, cucian, makan, kebersihan dan kerapihan rumah dapat ditanganinya dengan baik. Rumah tampak selalu rapih, bersih dan teratur. Suami serta anak-anaknya sangat menghargai pengabdiannya itu.
Cuma ada satu masalah. Ibu yang pembersih ini sangat tidak suka kalau karpet di rumahnya kotor. Ia bisa meledak dan marah berkepanjangan hanya gara-gara melihat jejak sepatu di atas karpet, dan suasana tidak enak akan berlangsung seharian. Padahal, dengan empat anak laki-laki di rumah, hal ini mudah sekali terjadi terjadi dan menyiksanya.
Atas saran keluarganya, ia pergi menemui seorang kyai , dan menceritakan masalahnya. Setelah mendengarkan cerita sang ibu dengan penuh perhatian, sang jyai tersenyum dan berkata kepada sang ibu :
"Ibu harap tutup mata ibu dan bayangkan apa yang akan saya katakan" Ibu itu kemudian menutup matanya.
"Bayangkan rumah ibu yang rapih dan karpet ibu yang bersih mengembang, tak ternoda, tanpa kotoran, tanpa jejak sepatu, bagaimana perasaan ibu?" Sambil tetap menutup mata, senyum ibu itu merekah, mukanya yg murung berubah cerah. Ia tampak senang dengan bayangan yang dilihatnya.
Lalu pak Kyai melanjutkan;
"Itu artinya tidak ada seorangpun di rumah ibu.Tak ada suami, tak ada anak-anak, tak terdengar gurau canda dan tawa ceria mereka. Rumah ibu sepi dan kosong tanpa orang-orang yang ibu kasihi".
Seketika muka ibu itu berubah keruh, senyumnya langsung menghilang, napasnya mengandung isak. Perasaannya terguncang. Pikirannya langsung cemas membayangkan apa yang tengah terjadi pada suami dan anak-anaknya.
"Sekarang lihat kembali karpet itu, ibu melihat jejak sepatu dan kotoran disana, artinya suami dan anak-anak ibu ada di rumah, orang-orang yang ibu cintai ada bersama ibu dan kehadiran mereka menghangatkan hati ibu". Ibu itu mulai tersenyum kembali, ia merasa nyaman dengan visualisasi tsb.
"Sekarang bukalah mata ibu" Ibu itu membuka matanya
"Bagaimana, apakah karpet kotor masih menjadi masalah buat ibu?"
Ibu itu tersenyum dan menggelengkan kepalanya. "Saya tahu maksud pak kyai," ujar sang ibu.
"Jika kita melihat dengan sudut yang tepat, maka hal yang tampak negatif dapat dilihat secara positif".
Sejak saat itu, sang ibu tak pernah lagi mengeluh soal karpetnya yang kotor, karena setiap melihat jejak sepatu disana, ia tahu, keluarga yang dikasihinya ada di rumah.
Kisah di atas adalah kisah nyata. Teknik yang dipakai pak Kyai di atas disebut Reframing, yaitu bagaimana kita "membingkai ulang" sudut pandang kita, sehingga sesuatu yg tadinya negatif dapat menjadi positif, salah satu caranya dengan mengubah sudut pandangnya.
1.Untuk istri yang mengatakan malam ini kita hanya makan mie instan, karena itu artinya IA BERSAMAKU bukan dengan orang lain.
2.Untuk suami yang hanya duduk malas di sofa menonton TV, karena itu artinya IA berada DI RUMAH dan bukan di bar, kafe, atau di tempat mesum.
3.Untuk anak-anak yang ribut mengeluh tentang banyak hal, karena itu artinya mereka DI RUMAH dan tidak jadi anak jalanan.
4.Untuk Tagihan Pajak yang cukup besar, karena itu artinya SAYA BEKERJA dan DIGAJI TINGGI.
5.Untuk sampah dan kotoran bekas pesta yang harus saya bersihkan, karena itu artinya keluarga kami dikelilingi BANYAK TEMAN.
6.Untuk pakaian yang mulai kesempitan, karena itu artinya saya CUKUP MAKAN.
7.Untuk rasa lelah, capai dan penat di penghujung hari, karena itu artinya saya masih MAMPU bekerja keras.
8.Untuk semua kritik yang saya dengar tentang pemerintah, karena itu artinya masih ada KEBEBASAN BERPENDAPAT.
9.Untuk bunyi alarm keras jam 5 pagi yg membangunkan saya, karena itu artinya saya masih bisa terbangun, masih HIDUP.
10.Untuk setiap permasalahan hidup yang saya hadapi, karena itu artinya Tuhan sedang membentuk dan menempa saya untuk menjadi lebih baik lagi.
copas dari :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar