Begitu indahnya bila kita memiliki hati yang bersih, pikiran yang selalu positif, dan tindakan yang lurus. Kita akan memandang diri kita penuh dengan rasa syukur. Apapun yang kita miliki dan terima, semua dikembalikan lagi kepada Allah. Karena Allah akan memberikan nikmat yang lebih banyak lagi bila hamba-Nya bersyukur pada-Nya.
Sabtu, 22 Mei 2010
IBU
”Dan Kami perintahkan kepada manusia supaya (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.”
(surah Luqman:14)
Perhatikan ayat ini, dibuka dengan perintah agar berbuat baik kepada ibu bapaknya, setelah itu Allah menceritakan secara khusus tentang capeknya seorang ibu ketika mengandung anaknya. Sementara capeknya ayah TIDAK diceritakan. Silahkan cari dalam Al-Qur’an maupun hadits kalau pernah disebut mengenai capeknya seorang ayah. Sungguh hanya sang ibu yang banyak disebut. Bahkan dalam sebuah hadits yang sangat terkenal, Rasulullah saw. ketika ditanya:
”Kepada siapa aku harus berbuat baik? Beliau tidak segan menjawab tiga kali berturut-turut agar iitu dilakukan kepada ibu, lalu kepada bapak.”
Namun sayang, banyak anak begitu mudah melupakan jasa besar sang ibu. Kalau pun berbuat baik cenderung perbuatan itu semata basa-basi, datang setahun sekali menemuinya di hari raya.
Basa-basi mencium tangannya dan lain sebagainya, sementara pesan-pesannya yang baik tidak dipatuhi. Banyak para ibu yang merindukan anaknya agar mentaati Allah swt. Namun banyak anak yang justeru membalas kebaikan ibunya dengan berbuat maksiat kepada-Nya. Sungguh ini suatu kedurhakaan.
Tidak ada artinya kebaikan seorang anak kepada ibunya secara material, sementara ia selalu berbuat maksiat kepada Allah.
Karenanya banyak para ulama mengatakan:
”Pengabdian seorang anak yang paling baik bagi orang tuanya adalah menjadikan dirinya sebagai anak yang saleh.”
Inilah rahasia hadits Rasulullah saw. yang berbunyi:
”Waladun shaalihun yad’u lahuu (anak yang shaleh yang selalu mendoakan untuk orang taunya).”
Perhatiakan kata shalih dalam teks hadits tersebut. Ini untuk menegaskan bahwa hanya anak yang shalih yang benar-benar akan memberikan kebahagiaan bagi orang tuanya: bahagia secara material maupun secara spiritual. Sementara anak durhaka tidak akan pernah memberikan kebahagiaan hakiki bagi orang tuanya.
Tidak sedikit cerita masa lalu mengenai kebaikan seorang anak kepada ibunya. Di antaranya; disebutkan bahwa salah seorang anak yang shaleh pernah menggendong ibunya dari negeri kelahirannya –kalau tidak salah Yaman- ke kota Mekah untuk melaksanakan ibadah haji. Bayangkan betapa jauh perjalanan menuju kota Mekah. Dan betapa besar tenaga yang harus dikeluarkan untuk kebahagiaan sang ibu. Di manakah kini kita bisa menemukan pribadi seorang anak seperti ini?
Dalam kisah yang lain lagi disebutkan seorang anak yang shalih sedang menemani ibunya makan. Namun anak ini belum mau mengambil makanan sampai ibunya selesai. Ketika ditanya mengapa berbuat demikian? Ia menjawab: aku takut mengambil makanan yang ternyata itu disukai ibuku. Subhanallah sebuah contoh kejujuran cinta kepada sang ibu sangat nampak dalam kisah tersebut.
Di akhir tulisan ini izinkan aku menulis puisi untuk ibuku:
Ibu, bila semua orang berkata langit itu sangat tinggi
Sungguh masih lebih tinggi cintamu kepadaku
Bila semua orang berkata lautan itu sangat dalam
Sungguh masih lebih dalam kasihmu kepadaku
Bila semua orang berkata bukit itu sangat kokoh
Sungguh masih lebih kokoh perhatianmu kepadaku
Tak sanggup kata melukiskan kebaikanmu
Tak sampai nyawa membalas budi baikmu
Kecuali keshalihanku
Agar sungai keringat jerih payahmu menjadi amal jariah.
Allahu a’lam bish shawab
DR. Amir Faishol Fath
http://www.dakwatuna.com/2009/sang-ibu/
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar